Sebelum lebih jauh ngebahas soal perkembangan musik indie tanah air, ada baiknya kalau kita flash back sedikit soal perkembangan musik indie secara menyeluruh karena dari sana jugalah cikal bakal musik indie tanah air lahir.
Pergerakan indie sebenarnya bukan sesuatu yang baru, mereka dimulai pada era punk tahun 70-an. Pada era itu sistem seolah dijungkirbalikan (do it yourself) termasuk dalam cara merilis rekaman. Momen-momen itulah cikal bakal dari musik indie yang kita kenal sekarang. Ledakan punk ini menyebar di seluruh dunia sampai muncul istilah-istilah seperti new wave dan post-punk saat ini. Tapi memang, di Indonesia sendiri etos dan juga band-band punk ini tidak sampai, hanya gaya fashionnya saja yang diambil.
Sampai kita tiba di awal tahun 90-an. Band apa yang paling kita ingat saat itu? Tentunya Nirvana. Pada tahun 90-an band-band underground mendapat kontrak rekaman dengan label-label besar, salah satunya adalah Nirvana. Nirvana hadir dengan albumnya ‘Nevermind’ dan menjagokan single ‘Smells Like Teen Spirit’ pada tahun 1991. Nirvana terasa lain karena berani hadir dengan perbedaan, mungkin dengan lirik yang nihil namun ekspresi yang benar-benar mengena di jiwa anak muda. Semacam pencerahan dan kesadaran baru dalam bermain musik, termasuk untuk band-band di Indonesia.
Sejak masa Nirvana, distribusi band-band yang ‘aneh’ dari luar negeri pun lebih mudah didapat karena didistribusikan oleh label besar dan sampai ke Indonesia. Tentunya hal ini punya pengaruh dan meski pada masa itu melakukan rekaman sendiri memang tidak semudah sekarang, tapi kesadaran untuk melakukan hal itu ada. Lalu mulailah muncul band-band dari punk rock, grunge, indie pop dan lain sebagainya yang mengusung semangat yang sama. Awalnya mereka memainkan lagu milik orang lain namun kelamaan mulai berani maju dengan lagu ciptaan sendiri. Awalnya hanya main di lingkungan setempat sampai akhirnya punya massa sendiri.
PAS Band bisa dikatakan indie band Indonesia yang meraih sukses. PAS merilis EP secara indie sampai akhirnya label-label besar menawarkan kerja sama. Mereka punya fan base yang kuat karena mereka mulai dari bawah dan punya struktur yang kuat. Selain itu ada juga band-band lain misalnya Pure Saturday dan masih banyak lagi. Tahun 90-an ini pergerakan indie bergerak secara sporadis.
Dari masa itu hingga sekarang, perkembangan musik indie tanah air terus meningkat. Bukan hanya di sisi band indie saja, tapi juga elemen-elemen yang mendukungnya seperti majalah indie, trend internet seperti MySpace dan friendster, panggung-panggung reguler, label indie bahkan juga fashion (distro). Memang semuanya berakar pada semangat anak muda yang selalu mencari yang beda, mencari ekspresi yang bisa merepresentasikan eksistensi mereka. Sekarang band indie bisa ditemui di mana saja, bukan cuma Jakarta atau Bandung, tapi juga Jogjakarta, Surabaya, Bali, Malang dan kota-kota lainnya.
Memang kalau di Barat (Amerika Serikat & Inggris) indie seperti yang kita kenal sekarang ini sudah ada sejak paruh kedua dekade 70an. Tepatnya saat pergerakan punk muncul. Sejak saat itu terminologi indie tidak hanya dipakai untuk menerangkan metode untuk melakukan sesuatu tetapi juga merepresentasikan semacam ethos yang melandasinya. Nah, saat itu ledakan punk memberikan pengaruh yang signifikan pada budaya populer dunia. Cara pandang, cara berpikir orang2 (terutama anak2 muda) pun berubah. Contoh yang paling gampang dan kelihatan adalah di musik dan fashion.
Kalau sekedar metode sih jauh sebelum ledakan punk pun sudah banyak artis musik yang merilis secara independen. Di Barat menjamurnya label2 rekaman kecil (banyak yg besarnya sama dengan label2 rekaman indie sekarang) dan banyaknya artis musik yg merilis secara independen mulai terasa sejak awal era rock n roll di akhir dekade 50an. Sejak saat itu hingga masa boomnya di pertengahan 60an banyak sekali anak muda ingusan yang ingin nge-band, manggung dan merilis rekaman, walaupun skillnya pas2an. Selain ingin menjadi bintang rock n roll, mereka pun menemukan sarana yg tepat untuk mengekspresikan angst mereka sebagai anak muda. Label2 rekaman kecil banyak bermunculan untuk mengimbangi banyaknya band yg ingin merilis rekaman mereka sementara kapasitas label rekaman besar terbatas. Lagipula banyak sekali, bahkan mungkin hampir semua, dari band2 anak muda ingusan yg menjamur itu menampilkan keamatiran dalam bermusik, rock yg lebih kasar, dan penuh omong kosong. Format paling ‘benar’ dari rock n roll. Saat itu pun mulai dikenal istilah self-released albums ataupun rekaman yg dirilis melalui private labels. Umumnya ya rekaman2 yg menampilkan musik yg ‘kurang’ atau ‘tidak’ mainstream pada jamannya.
Jaman dulu di Indonesia pun juga ada artis2 musik yg merilis rekamannya sendiri ataupun melalui private labels. Tahun 1971, Benny Soebardja merilis rekaman bandnya saat itu, Shark Move, secara sendiri. Juga yg lebih terkenal, Guruh Gipsy, yg juga merilis rekamannya sendiri. Bahkan cara penjualannya pun tidak lazim, terkadang di pinggir jalan, toko kosmetik, PRJ (Pekan Raya Jakarta). Kedua band tersebut memang merilis rekaman yg materinya bertolak belakang dengan tren pasar saat itu, nyaris tidak komersil.
Seperti yg sudah ada di tulisan gue yg pertama, ledakan punk di paruh kedua dekade 70an tidak memiliki pengaruh yg signifikan di Indonesia. Pengaruhnya mungkin hanya sampai fashion saja (Gue inget waktu kecil, TK-SD gitu, asal mau potong rambut ke salon pasti ditanya sama ibu gue dan juga tukang salonnya dengan pertanyaan seperti, “Mau dipotong punk-rock nggak?” Haha! Dulu gue nggak ngerti maksudnya apa. Gue maunya kayak Beatles aja). Tidak ada satupun band2 beraliran ‘baru’ seperti punk-rock yg hadir saat itu. Apalagi ‘label indie’-nya, bandnya aja nggak ada. Hingga ‘ledakan mendunia kedua-nya’ di awal dekade 90an. Ketika Nirvana yg jadi biang keladinya…
Jika terdapat kesalahan atau kekurangan tentang tulisan ini, silahkan kasih komentar. terimakasih
Sumber; LA Light Indiefest forum
0 komentar:
Posting Komentar